7 Fakta Teknologi Murah Saingi Starlink yang Diungkap Menkomdigi Indonesia

Teknologi Murah Saingi Starlink: Pemerintah Indonesia Siapkan Solusi Baru

Teknologi murah saingi Starlink kini menjadi sorotan utama setelah pengumuman resmi dari Meutya Hafid selaku Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Dalam acara konferensi teknologi di Jakarta, Meutya menyampaikan bahwa pemerintah tengah merancang solusi konektivitas yang lebih terjangkau dibanding teknologi orbit rendah seperti Starlink.

Di tengah upaya pemerataan akses digital, fokus pada teknologi murah saingi Starlink ini dianggap penting untuk menjangkau sekolah-sekolah dan kawasan terpinggirkan yang selama ini kurang tersentuh infrastruktur internet. Berikut paparan lengkapnya.


H2: Mengapa Pemerintah Mengejar Teknologi Murah Saingi Starlink?

Starlink vs Fiber Optik dan BTS: Mana yang Lebih Unggul untuk Internet di Indonesia?

Teknologi murah saingi Starlink dikedepankan karena beberapa alasan strategis berikut:

  • Dalam rapat Kabinet Paripurna, Presiden Prabowo Subianto menekankan bahwa layanan internet yang tersedia saat ini masih terlalu mahal untuk diaplikasikan secara massal di sekolah-sekolah terpencil. “Starlink mungkin masih agak mahal … sudah ada teknologi yang lebih murah,” kata Presiden.  Starlink sebagai layanan satelit orbit rendah (LEO) punya biaya yang relatif tinggi, baik dari sisi perangkat maupun langganan bulanan. Sebagai contoh di Indonesia, tarif paket residensial paling murah sekitar Rp 479 ribu per bulan, dan perangkat penerima sinyal dibanderol hingga Rp 7,8 juta. Karena banyak wilayah di Indonesia — terutama daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) — yang belum terjangkau kabel fiber atau jaringan serat optik, maka teknologi alternatif yang lebih ekonomis dibutuhkan agar akses digital tidak tertinggal.

Dengan latar belakang tersebut, pemerintah memilih untuk memprioritaskan teknologi murah saingi Starlink sebagai bagian dari strategi memperkuat infrastruktur digital nasional.


H2: Apa Saja Teknologi Murah Saingi Starlink yang Sedang Dikembangkan?

Starlink yang Sibuk Menghasilkan Uang di Indonesia

Beberapa teknologi yang disebutkan dalam pengumuman sebagai bagian dari opsi “teknologi murah saingi Starlink” meliputi:

H3: Fixed Wireless Access (FWA)

Teknologi FWA menjadi sorotan utama dalam rencana teknologi murah saingi Starlink. Dalam penjelasan Komdigi, FWA memungkinkan koneksi nirkabel ke perumahan maupun sekolah dengan biaya yang lebih efisien dibandingkan kabel atau satelit LEO.
Proses lelang frekuensi 1,4 GHz juga telah dilakukan sebagai bagian dari persiapan implementasi FWA: pemenangnya antara lain Surge melalui anak usaha Telemedia Komunikasi Pratama di Regional 1 dan MyRepublic di Regional 2/3.

H3: Internet Satelit atau Non-Terrestrial Network Direct-to-Device (NTN-D2D)

Selain FWA, Komdigi juga mengkaji teknologi NTN-D2D (Non-Terrestrial Network Direct-to-Device) yang memungkinkan smartphone terhubung langsung ke satelit — tanpa bergantung pada menara seluler tradisional.
Teknologi ini merupakan opsi yang sangat menarik untuk wilayah yang benar-benar sulit dijangkau infrastruktur darat dan dianggap bagian dari strategi teknologi murah saingi Starlink.

H3: Kombinasi Teknologi & Infrastruktur

Implementasi teknologi murah saingi Starlink juga akan dibarengi dengan integrasi perangkat digital di sektor pendidikan. Pemerintah menyebut bahwa hampir 50 ribu sekolah sudah menerima flat panel interaktif, dan target hingga akhir tahun mencapai 288 ribu unit. Teknologi konektivitas baru akan mendorong pemanfaatan perangkat-perangkat tersebut.


H2: Dampak yang Diharapkan dari Teknologi Murah Saingi Starlink

Memberlakukan teknologi murah saingi Starlink di Indonesia diharapkan membawa beberapa manfaat utama berikut:

  • Percepatan akses internet ke sekolah: Dengan biaya koneksi yang lebih rendah, sekolah-sekolah di daerah terpencil akan lebih mudah terkoneksi secara stabil.

  • Pemerataan konektivitas nasional: Teknologi murah saingi Starlink memungkinkan jangkauan lebih luas, mengurangi kesenjangan digital antar wilayah.

  • Efisiensi biaya: Pemerintah dan masyarakat tidak lagi harus mengandalkan solusi mahal seperti satelit LEO yang perangkatnya masih signifikan biayanya.

  • Penguatan infrastruktur pendidikan digital: Sebagai bagian dari ekosistem digital, teknologi konektivitas ini mendukung penggunaan Smart TV dan perangkat pembelajaran digital di sekolah.

  • Reduksi ketergantungan pada infrastruktur fisik yang sulit dibangun: Dalam wilayah perairan atau pegunungan, teknologi nirkabel atau satelit langsung ke perangkat bisa jadi opsi terbaik.


H2: Tantangan & Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Implementasi Teknologi Murah Saingi Starlink

Meski menjanjikan, inovasi teknologi murah saingi Starlink juga menghadapi sejumlah tantangan yang harus dikelola dengan baik:

  • Ketersediaan frekuensi dan regulasi: Untuk teknologi seperti FWA dan NTN-D2D, alokasi pita frekuensi dan persetujuan regulasi menjadi faktor kunci. Komdigi telah membuka konsultasi publik untuk NTN-D2D.

  • Infrastruktur pendukung: Meski teknologi nirkabel memungkinkan jangkauan lebih luas, masih diperlukan infrastruktur dasar seperti backhaul atau jaringan inti yang kuat agar koneksi bisa stabil.

  • Kesiapan perangkat serta biaya pengguna: Meskipun lebih murah, tetap harus dipastikan bahwa biaya perangkat pengguna akhir tidak menjadi hambatan baru.

  • Keberlanjutan dan pengelolaan layanan: Operasional dan pemeliharaan di daerah terpencil seringkali sulit — teknologi murah saingi Starlink perlu didukung oleh logistik, teknisi, dan layanan purnajual yang memadai.

  • Persaingan dengan solusi lain: Meskipun satelit LEO seperti Starlink punya tarif tinggi, kemajuan penurunan biaya atau bundling oleh operator global bisa mengubah lanskap kompetisi.


H2: Langkah Pemerintah ke Depan dalam Menghadirkan Teknologi Murah Saingi Starlink

Komdigi telah mengatur sejumlah langkah strategis yang akan dilaksanakan guna merealisasikan teknologi murah saingi Starlink, antara lain:

  1. Memfinalisasi pemenang lelang frekuensi 1,4 GHz dan menerbitkan aturan pelaksanaan untuk FWA.

  2. Melaksanakan kajian regulasi dan kebijakan untuk teknologi NTN-D2D dan A2G (Air-to-Ground) di pita frekuensi 2 GHz sebagai bagian dari Rencana Strategis 2025–2029.

  3. Memastikan kolaborasi dengan operator dan penyedia layanan agar teknologi murah saingi Starlink bisa segera diaplikasikan ke sekolah dan wilayah 3T.

  4. Memantau implementasi dan kinerja layanan agar memastikan bahwa konektivitas yang dijanjikan memang terwujud dan memenuhi target kualitas serta cakupan yang diharapkan.

  5. Mendorong literasi digital dan kesiapan pengguna di sekolah serta komunitas untuk memanfaatkan konektivitas yang lebih baik.


Baca juga : 6 Kebiasaan Digital Sebelum Tidur yang Ternyata Bikin Susah Istirahat


H2: Kesimpulan

Teknologi murah saingi Starlink kini bukan hanya wacana — dengan kesiapan lembaga pemerintah dan program strategis, Indonesia sedang bergerak menuju fase implementasi. Inisiatif ini penting untuk mewujudkan visi konektivitas merata dan mendukung transformasi digital nasional.

Bagi masyarakat, khususnya di sekolah-sekolah dan kawasan terpencil, ini menjadi sinyal bahwa akses internet yang terjangkau semakin dekat. Meskipun tantangan tetap ada — seperti regulasi, infrastruktur, dan pengelolaan layanan — arahannya sudah jelas: pemerintah menempatkan teknologi murah saingi Starlink sebagai salah satu senjata utama dalam pemenuhan konektivitas digital Indonesia.

By Admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *